Monday, March 26, 2007

SURAT ULU

Membaca Surat Ulu
Surat Ulu adalah aksara lama yang dikenal oleh masyarakat adat Rambang. Meski surat ulu sudah tidak lagi populer di masyarakat adat yang berdomisili di Prabumulih, tapi dusunlaman mencoba mendokumentasikannya dalam seri belajar surat ulu. Untuk lebih jelasnya bisa dibuka di rubrik ”indigenous knowledge”.
Aksara surat ulu, memiliki 19 huruf. Teknik membacanya, berbeda dengan teknik membaca dalam aksara latin. Aksara latin bisa menggunakan satu huruf untuk menimbulkan bunyi pada kata yang dimulai dengan huruf vokal, a, i, u, e, dan o. Selain itu, haruslah menggunakan penggabungan dua huruf atau lebih untuk menimbulkan bunyi. Misalnya untuk menuliskan kata ”padi” menggunakan aksara latin, diperlukan empat huruf. Yakni: p, a, d, dan i.
Sedangkan dengan menggunakan surat ulu hanya memerlukan dua huruf: ”pe” dan ”de”. Bagaimana kedua huruf ini bisa merangkai bunyi ”pa” dan bunyi ”di”, adalah dengan memanfaatkan tanda baca. Demikian juga untuk mematikan bunyi. Misalnya pada kata ”padam”. Padam ditulis dengan dua huruf ”pe” dan ”de” yang ditutup dengan huruf ”Me” yang dimatikan dengan tanda baca. Tanda baca itu akan mematikan huruf ”Me” sehingga menimbulkan bunyi ”M”, seperti jika kita mengeja ”Mmm”.Secara lengkap, tanda baca yang digunakan untuk merangkai kata dengan aksara surat ulu adalah sebagai berikut:
Kejina (dua titik di kanan bawah huruf)Berbunyi: A
Ketileng (titik di kiri bawah huruf)Berbunyi: I
Kebuntut (titik di kanan bawah)Berbunyi: U
* (?) (satu titik di kiri huruf, dua titik di kanan huruf)Berbunyi: éSeperti bunyi e pada kata Bebek
** (?) (tiga titik –-membentuk segitiga dengan alas di atas—di kanan bawah huruf)Berbunyi: O
Kelawan (titik di kanan atas huruf)Berbunyi: AI
Kemincak (tiga titik di kanan atas huruf)Berbunyi: AK
Kepintal (lingkaran/bulatan di kiri atas huruf)Berbunyi: AL
Ketikam (lingkaran/bulatan di bawah huruf)Berbunyi: AM
Due di pucuk (dua titik di kanan atas huruf)Berbunyi: AN
Kebulat (titik tepat di atas huruf)Berbunyi: AT
* * * (?) (empat titik di kanan bawah huruf)Berbunyi: AU
Ketulang (titik di samping kiri huruf)Berbunyi: NG
Ketulis (koma di kanan atas huruf)Berbunyi: S
Kejunjung (setengah lingkaran hadap atas -- huruf U latin -- di atas huruf)Berbunyi: AR/URKetulap (setengah lingkaran hadap atas-- huruf U latin, di kiri bawah huruf)Berbunyi: AP
Selain tanda-tanda baca tersebut, aksara surat ulu juga memiliki 8 hurup pengimbang (buah ngimbang). Buah ngimbang digunakan untuk mengatasi kesulitan pembacaan jika huruf E bertemu dengan huruf mati. Kedelapan buah ngimbang tersebut adalah: engke, engge, ente, ende, empe, embe, enje, ence.
Contoh penggunaan buah ngimbang:Engke, pada kata: t-engka-dak, b-engka-rung, t-engka-yap, t-engku-rup, s-engke-lat, t-engku-lok.Engge, pada kata: enggut, s-ing-ge, engganEnte, pada kata: s-ente, m-ente-ri, t-enta-du.Ende, pada kata: endung, endai, pendopo.Empe, pada kata: empat, k-empang, empai, t-empu-yak.Embe, pada kata: s-embi-lan, k-ambang, s-ambil, s-emba-yang.Enje, pada kata: ng-enjok, m-enja-ngan, b-injo-l.Ence, pada kata: p-encak, k-ance, p-enca-rian.

Budaya Sumatera Selatan

Dalam abad 7-13 Masehi, Sumatera Selatan merupakan Pusat kekuasaan kerajaan Sriwijaya dan Palembang sebagai ibukota kerajaan. Dimana jayanya Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan mengenai agama Budha terbesar di Asia Tenggara.
Pada saat itu kerajaan Sriwijaya dengan kekuatan armadanya yang tangguh, selain menguasai jalur perdagangan dan pelayaran antara Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia, juga telah menjadikan daerah ini sentra pertemuan antar bangsa. Hal ini telah menimbulkan transformasi budaya yang lambat laun berkembang dan membentuk identitas baru lagi daerah ini.
Transformasi budaya ini terjadi pula dengan masuknya pengaruh Islam, terutama pada saat Sumatera Selatan dibawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam sejak awal abad 15. Sebagian besar penduduk Sumatera Selatan sendiri sudah menganut agama Islam sebelum kesultanan Palembang berdiri.
Beragam factor yang mempengaruhi sejarah perkembangan masyarakat di Sumatera Selatan itu telah menimbulkan kebudayaan assimilasi di daerah ini, baik dalam tradisi, seni maupun aspek-aspek lain dalam kehidupan.

ADAT MELAYU

BAHAGIAN 1: WARISAN ADAT MELAYU 1. Adat Melayu dalam Warisan Peradaban Dunia - Zainal Abidin Borhan 2. Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah-Ajaran Tamadun Melayu - Zainal Kling
BAHAGIAN 2: CABARAN KEPIMPINAN ADAT MELAYU 3. Adat Melayu Serumpun: Satu Refleksi terhadap Peranan Pemimpin Adat - Hanipah Hussin 4. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Budaya Melayu Riau - Tenas Effendy 5. Pentadbiran dan Adat Istiadat Pelantikan dalam Adat Perpatih - Mohd Rosli Saludin 6. Kepimpinan dan Masa Depan Sosiobudaya Melayu Menuju 2020 - Tengku Luckman Sinar Basarsyah-II7. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Masyarakat Adat Sumatera Selatan - Hambali Hasan, S H 8. Pemimpin dan Kepemimpinan Adat Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Jambi) - Lembaga Adat Jambi, Indonesia
BAHAGIAN 3: AMALAN ADAT MELAYU SERUMPUN 9. Pemerintahan Terendah Daerah Autonomi (Tinjauan Filosofis, Sosialis dan Perundangan) - Albar S. Subari10. Perkembangan Adat di Kalimantan Barat Bahagian - Adat Melayu Serumpun KALBAR 11. Pengalaman Memartabatkan Adat Aceh - Badruzzaman Ismail, SH 12. Pengamalan Adat Basendi Syarak, Syarak Basendi Kitabullah dalam Pembangunan Kota Bukittinggi - Masri Habib Datuk Pandak13. Tata Cara Pernikahan Menurut Adat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi - Lembaga Adat Kabupaten Bungo 14. Kepimpinan dan Amalan Adat di Kabupaten Rokan Hilir - Sudarno Mahyudin15. Implementasi Kritis Falsafah Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah di kalangan Masyarakat Majmuk Sumatera Barat - Saifullah S.A.